Halo Sobat TGR! Jika beberapa waktu yang lalu kita telah mengulik permainan manyipet, maka kali ini kita akan mengenal permainan lain asal pulau Kalimantan yang tidak kalah populer. Mau tahu? Yuk, simak ulasannya!
Nama permainan tradisional yang satu ini adalah balogo. Permainan ini merupakan permainan tradisional asli suku Banjar di Kalimantan Selatan. Permainan ini banyak dimainkan oleh anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. Saat ini permainan balogo selalu dimainkan bahkan dipertandingkan pada beberapa festival kebudayaan di seluruh Kalimantan, seperti Festival Budaya Erau Kutai Kertanegara, Tabalog Ethnic Festival, Festival Habaring Hurung, Festival Budaya Isen Mulang, Festival Budaya Banjar dan dimainkan juga di Pekan Kebudayaan Nasional.
Balogo diambil dari kata logo yang bermakna “bermain dengan logo“. Ada dua alat yang digunakan untuk bermain balogo, yaitu panampak/cacampak dan logo. Panampak/cacampak berfungsi sebagai stik pemukul logo yang terbuat dari kayu/bambu pipih. Panjangnya sekitar 30 cm (bisa sepanjang pergelangan tangan) dan lebar 2 cm dengan bagian bawah yang meruncing.
Logo biasanya terbuat dari tempurung kelapa dengan garis tengah 5–7 cm dan tebal 1–2 cm. Bentuk logo bisa bermacam-macam, ada yang berbentuk layang-layang, segitiga, bidawang (bulat pipih) atau sesuai kesepakatan. Selain itu, bagian atas permukaan logo biasanya dihias dengan ornamen/lukisan-lukisan yang cantik dan unik.
Cara memainkan balogo sangat mudah, mirip perpaduan antara golf dengan karambol. Mula-mula, pemain meletakkan logo pada jarak yang telah ditentukan dengan logo milik lawan. Logo sasaran tersebut diletakkan dan disusun secara tegak dan berjajar.
Selanjutnya, ujung bawah panampak diposisikan di belakang logo. Bagian atas panampak digenggam dengan tangan kiri dan tangan kanan menepuk bagian bawahnya sehingga logo dapat terdorong meluncur ke arah logo lawan. Inti dari permainan ini adalah menjatuhkan logo lawan sebanyak mungkin sekaligus menghitung poinnya.
Permainan balogo dapat dimainkan satu lawan satu atau beregu. Tiap regu minimal terdiri atas 2-5 orang. Jika dimainkan beregu, maka jumlah logo harus sama dengan jumlah orang di regu tersebut. Pihak yang bermain terlebih dahulu ditentukan dengan pingsut/suit. Pihak yang kalah kemudian menyusun logo mereka secara tegak berderet ke belakang. Jarak tiap logo yang disusun dan jarak start (garis awal) ditentukan dengan kesepakatan bersama.
Setiap pemain hanya memiliki kesempatan dua kali dalam setiap ronde untuk menjatuhkan logo lawan. Pada kesempatan pertama, jika seorang pemain mampu menjatuhkan sebuah logo lawan, maka poin yang didapat akan digandakan sesuai posisi logo lawan tersebut. Namun jika seorang pemain mampu mengenai langsung logo lawan di posisi paling terakhir, maka permainan pada ronde tersebut selesai dan regu tersebut mendapatkan poin maksimal. Dalam suatu pertandingan, biasanya ada batasan waktu dalam setiap rondenya.
Pemenang ditentukan ketika suatu regu berhasil mengumpulkan poin yang tertinggi. Biasanya pihak yang menang disebut ‘janggut’ dan pihak yang kalah harus rela dagunya dielus/diusap pihak yang menang secara berulang sambil meneriakkan ‘janggut, janggut!’. Unik, bukan?
Menurut pandangan masyarakat Banjar, permainan tradisional balogo mengandung nilai budi pekerti yakni keterampilan, kerja sama, konsistensi dan sportivitas. Nilai budaya itu tercermin pada saat menata logo serta di akhir permainan. Keterampilan dibutuhkan ketika menyusun dan meletakkan logo sesuai perkiraan agar arah luncurannya tepat sasaran. Kerja sama diperlukan untuk mengatur strategi bagaimana mencari ruang tembak yang tepat supaya mendapat poin maksimal.
Kemudian, konsistensi diwujudkan dalam satu tujuan yaitu merobohkan logo lawan sebanyak mungkin. Hal ini melatih karakter seseorang untuk memiliki sebuah tujuan dalam menghadapi halangan yang ada. Terakhir, nilai sportivitas diwujudkan dari kerelaan pihak yang kalah untuk dielus-elus dagunya.
Ada pula kepercayaan masyarakat Dayak, Kalimantan Tengah, bahwa permainan balogo mengandung nilai filosofis tentang penanaman nilai-nilai kejujuran, sikap kerja keras, musyawarah mufakat dan keberuntungan yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang. Balogo menjadi tradisi yang kerap dimainkan secara musiman yaitu ketika menyambut musim panen dan upacara Tiwah (upacara sakral masyarakat Dayak).
Nah, sekian dulu ulasan mengenai permainan tradisional khas suku Banjar. Cukup mudah dan sederhana bukan? Sebagai generasi penerus bangsa yang cerdas, mari kita bersama-sama mengenali dan melestarikan permainan tradisional dari setiap daerah di Indonesia supaya tidak punah ditelan zaman. Lupakan Gadgetmu, Ayo Main di Luar! (Caa/ed.SF)
Referensi:
Anonim. (2016, November 24). Beautiful Indonesia. Retrieved from Balogo: http://beautiful-indonesia.umm.ac.id/id/foto/jelajah-daerah/kalimantan-selatan/balogo.html
Hariningrum, S. (2019, November 5). Indosiana Platform Kebudayaan. Retrieved from BALOGO: Permainan Unik Asal Kalimantan Selatan: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditkt/balogo-permainan-unik-asal-kalimantan-selatan/
Istati, M. (2017). Penguatan Keterampilan Konseling Anak: Memahami Karakteristik Anak melalui Permainan Balogo. Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan) , 1-9.
Luthfiani, N. (2019, September 23). Vivanews. Retrieved from Permainan Balogo Meriahkan Pameran Haornas 2019 di Banjarmasin: https://www.vivanews.com/berita/nasional/8919-permainan-balogo-meriahkan-pameran-haornas-2019-di-banjarmasin?medium=autonext
Nirmalarasati, A. (2013). Permainan Rakyat Balogo. Pengantar Kebudayaan.
Romadoni, A. N. (2017). The Ethnomathematics Aspects of Banjar Culture in Balangan District of South Kalimantan. Proceedings The 2017 International Conference on Research in Education – Sanata Dharma University, 323 – 327.
Talajan, G. (2019). Festival Budaya Isen Mulang 2019: Petunjuk Teknis. Palangka Raya: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah.
WBTB. (2017, Januari 1). Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Retrieved from Balogo: https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=546