Ave Neohistorian! Henry Lyman merupakan misionaris Amerika pada abad ke-19, dia melakukan perjalanan sebagai misionaris ke Hindia Belanda. Pada Mei 1834 Lyman berhasil mencapai ke Pulau Nias, dia sangat takjub dengan keindahan pulau dan menggambarkannya sebagai surga yang hilang. Lyman melihat rumah tradisional khas masyarakat Nias yang terbuat dari kayu dan memanjang, setiap rumah dibuat bentuk rumah panggung dan dibagian bawah rumah banyak dijadikan tempat penyimpanan padi.
Lyman juga melihat adanya kesetaraan antara pria dengan wanita pada masyarakat Nias yang tidak lazim dipandang oleh orang Eropa saat itu, walaupun para istri harus tunduk sepenuhnya dengan keinginan suami dan dituntut bekerja keras untuk mengurus rumah, tapi sang suami tidak bisa membeli apapun tanpa seizin istrinya.
Ketika pria Nias ingin menikah maka biasanya dia akan menyampaikan keinginannya langsung kepada orang tua si perempuan, pada saat itu langsung disepakati nilai mas kawin yang harus dibayarkan oleh si pria. Ketika nilai mas kawin sudah disepakati, maka orang tua si perempuan akan membenturkan dengan pelan kepala kedua calon pengantin dan secara resmi pesta pernikahan akan dilangsungkan.
Hukum adat masyarakat Nias sendiri dijalankan dengan sangat baik oleh para tetua adat suku. Jika pelaku perzinahan, pembunuhan, dan peculikan orang tertangkap maka hukuman pasti sudah pasti akan diterima. Kasus pencurian sendiri hanya dikenakan denda, kecuali yang dicuri adalah emas maka si pelaku akan dihukum mati.
Tidak ada candi di Nias seperti di pedalaman Jawa, sebagai gantinya Lyman menemukan berbagai patung disana. Ada patung dewa kepercayaan masyarakat lokal maupun patung anggota keluarga yang sudah meninggal.
Suku Nias sendiri adalah salah satu suku di Nusantara yang murni keturunan Austronesia. Rumah panggung, patung dewa, dan posisi wanita yang tinggi di masyarakat adalah contoh warisan budaya Austronesia.
-Gian Egbert Silitonga
Editor: Muhamad Fahri Mulyawan
Sumber:
Reid, Anthony. Sumatera Tempo Doeloe: dari Marco Polo sampai Tan Malaka. Komunitas Bambu. Jakarta. 2010.