Seringkali dalam sebuah profesi yang kita sedang jalani menuntut perubahan, dan kita akan kesulitan beradaptasi jika tidak memiliki paradigma yang mencintai perubahan.
Menjadi sesuatu yang sulit bagi kebanyakan orang untuk membangun mentalitas mencintai perubahan, karena memang lebih nyaman bagi seseorang untuk tetap diam di posisinya dan menghindari hal-hal atau tantangan yang baru.
Untuk dapat memiliki mentalitas yang mencintai perubahan, kita perlu memiliki paradigma yang mencintai perubahan, sehingga kita tidak akan mengalami kendala untuk berubah.
Kita dapat memulainya dari hal-hal yang sederhana, misalnya mencoba rute alternatif saat pulang atau pergi kerja, atau mencoba resep makanan baru yang belum pernah kita coba, atau jika setelah pulang kerja kita terbiasa menonton tv di sofa, kali ini lakukanlah hal yang baru seperti berolahraga atau membaca buku.
Pada awalnya alam bawah sadar kita akan memberi sinyal “tidak nyaman”, bahwa ini adalah hal di luar rutinitas kita. Tetapi setelah 2-3 kali kita mendisiplin diri melakukan hal di luar rutinitas kita, maka secara perlahan rasa tidak nyaman itu akan hilang dan kita mulai bisa menikmati aktivitas-aktivitas baru tersebut.
Dari hal-hal yang sederhana, pikiran kita mulai terbiasa untuk berpikir “out of the box”, keluar dari limitasi yang tanpa sadar selama ini kita miliki. Kita pun mulai mendapati bahwa ada banyak hal-hal yang menarik dari sesuatu yang baru dan secara perlahan kita mulai berani untuk mencoba hal-hal yang baru.
Keteraturan vs mencintai perubahan.
Mencintai perubahan bukan berarti hidup kita jadi sembrono dan tidak terkontrol begitu saja, kita memang harus terus memiliki keteraturan dalam hidup ini.
Yang menjadi poin adalah, jangan ijinkan pola hidup teratur yang kita miliki menjadi “penjara” bagi hidup kita, tapi jangan juga mentalitas mencintai perubahan membuat kita tidak menata hidup kita. Keduanya harus seimbang dan menjadi 1 paket yang terbangun dalam hidup kita.