1 Tahun lalu, viral pemberitaan di media sosial tentang warga desa Tuban yang “mendadak milyader” setelah menerima pembelian tanah dari Pertamina seharga milyaran rupiah.
Warga ramai-ramai memborong mobil, merenovasi rumah, dan membuka usaha. Sah-sah saja memang semua yang dilakukan oleh warga Desa Tuban tersebut, namun juga perlu pengelolaan yang baik agar harta tersebut tidak “menguap” begitu saja.
Selang 1 tahun berlalu, ironisnya warga Tuban yang mendapatkan “durian runtuh” kini justru menyesal telah menjual tanahnya ke Pertamina dan justru berunjuk rasa di depan kantor Pertamina untuk menagih janji Pertamina yang akan membuka lapangan pekerjaan bagi mereka. (Senin, 24 Januari 2022)
Tanpa bermaksud menghakimi warga Tuban, ada sebuah pelajaran menarik yang dapat kita simpulkan dari kejadian ini, yaitu dibutuhkan mentalitas yang benar dalam mengelola uang dalam jumlah besar.
Nah, agar kita dapat menjadi pribadi yang layak dipercaya mengelola uang dalam jumlah besar, inilah beberapa prinsip kebenaran tentang pengelolaan keuangan yang dapat kita simak, ini dia :
1. Membuang mentalitas ingin kaya.
Mentalitas dan ambisi ingin kaya akan selalu membawa kita dalam kehancuran, berikut ini adalah ciri-ciri mentalitas yang belum siap menerima uang jumlah besar :
- Sering membayangkan barang mewah yang selama ini diinginkan namun tidak bisa diwujudkan karena tidak punya uang.
- Ingin segera berinvestasi besar demi mencari untung yang besar.
- Membeli hal-hal kecil tanpa berhitung secara rinci, sehingga selalu terjadi “kebocoran”, uang terus berkurang tanpa pencatatan yang jelas.
- Ingin meningkatkan strata sosial demi pengakuan dari banyak orang
- Merasa bahagia berlebih ketika menerima uang dalam jumlah banyak.
- Berani mencoba hal-hal tabu, amoril, dan bersifat merusak diri sendiri sebagai wujud pelampiasan hawa nafsu yang selama ini tertahan akibat tidak mempunyai uang.
Jadi mentalitas disini tidak hanya berbicara kemampuan mengelola uang, tapi kesiapan mentalitas seseorang mengelola uang yang banyak. Karena bisa saja seseorang pintar mengelola uang dan kemudian menjadi kaya, namun akhirnya hidupnya terjerumus dalam gaya hidup hedonisme, terlilit hutang, atau melakukan hal amoril ketika uang sudah ada di tangannya.
2. Membuat Anggaran Bulanan
Anggaran belanja akan menjadi pagar yang menjagai kitadalam menggunakan uang , tapi permasalahan yang sering terjadi adalah anggaran hanyalah suatu tulisan bukan suatu ketetapan yang harus ditepati.
Anggaran tidak akan berguna apabila tidak ditepati. Ketaatan kita pada anggaran yang telah ditetapkan akan memagari kita dari pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu.
Tips praktis dalam membuat anggaran :
- List terlebih dahulu biaya pokok. ( Rumah, Listrik, Air, Makan, Transport, Uang Sekolah, dll). Biaya pokok yang baik sebaiknya tidak melebihi 60% dari total pendapatan bulanan.
- List kebutuhan lainnya. ( Tabungan, investasi, zakat, persembahan kasih, pakaian, kebutuhan mendesak, dll)
- Tabungan yang ideal sebaiknya 5-10% dari pendapatan.
3. Menabung.
Ah tips klise, semua orang juga tahu kalo harus menabung. Memang mungkin terdengar klise dan sederhana..
Tapi berapa banyak yang benar-benar paham manfaat menabung, membangun niat menabung dan betul-betul mempraktekannya ?
Ada 2 cara yang bisa dilakukan untuk (memaksa diri) menabung :
– Sisihkan/potong di awal.
Begitu menerima pendapatan, langsung sisihkan 5%, 10%, atau 20% dari jumlah pendapatan untuk ditabung. Kenapa di awal bukannya di akhir ? Karena kebiasaan menabung setelah ada sisa, biasanya justru kita mendapati tidak ada lagi sisa uang untuk ditabung karena sudah habis dibelanjakan.
Lalu bagaimana bisa menabung jika berpendapatan kecil?
Perlu ditekankan bahwa menabung/menyisihkan sebagian tidak harus dalam jumlah banyak/besar yang terpenting adalah konsisten. Jika hanya mampu 5%, dari pendapatan, lakukan dengan konsisten.
– The power or Rp.20.000,-
Maksudnya adalah: ketika Anda mendapati kembalian uang pecahan Rp. 20.000,- berarti uang itu harus ditabung. Mengapa pecahan 20.000 bukan yang lainnya? Karena pecahan ini yang paling jarang diperoleh, sehingga menabung jadi tidak memberatkan. Dan kunci utamanya tetap konsisten.
Sedikit, sedikit lama-lama menjadi banyak.
4. Memprioritaskan kebutuhan daripada keinginan.
Banyak orang “bingung caranya membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Berikut adalah ciri-ciri dari kebutuhan dan keinginan yang dapat menjelaskan perbedaan di antara keduanya :
Ciri-ciri kebutuhan :
- Harus dipenuhi untuk kelangsungan hidup sehari – hari (makanan sehari – hari, uang transportasi, dll)
- Tidak dapat ditunda/ditiadakan (makanan)
- Tanggung jawab membayar (uang air, listrik, sewa rumah, uang sekolah anak, dll)
Ciri-ciri keinginan :
- Bersifat tidak terbatas.
- Dapat ditunda/tidak dipenuhi.
- Tidak mengancam kelangsungan hidup manusia.
- Bersifat komplemen dan dipengaruhi gengsi.
- Merupakan perwujudan kebutuhan tersier yaitu kebutuhan tambahan yang dtujukan untuk meningkatkan kualitas hidup dan cenderung melambangkan kemewahan dan status sosial seseorang.
Ketika seseoang memaksakan untuk memenuhi kebutuhan tersiernya, maka kebutuhan tersebut sudah menjadi keinginan.
Setiap kali hendak membeli sesuatu, tanyakan pada diri kita sendiri apakah barang itu harus segera dipenuhi, dapat ditunda, atau bahkan dapat ditiadakan. Semakin sering kita melakukan evaluasi ini, kebiasaan baru akan terbangun menjadi gaya hidup yang baru.
5. Tidak harus selalu membeli.
Bagaimana cara memperoleh barang yang kita butuhkan tanpa membeli ?
Bertanya. Ya, cukup bertanya kepada orang terdekat kita, bisa keluarga, kerabat, tetangga, atau teman, apakah mereka memiliki stok lebih barang yang kita butuhkan dan tidak terpakai dan masih dalam kondisi layak pakai dan bersedia memberikannya kepada kita. Cara ini biasanya sangat dihindari oleh mereka yang konsumtif yang biasanya dikarenakan gengsi, tidak mau memakai barang bekas atau barang pemberian.
Cara ini juga dapat menekan biaya yang tidak perlu kita keluarkan, di sisi yang lain, kita membantu orang lain dari penumpukkan barang yang tidak terpakai.
6. Mengurangi jalan atau cuci mata ke Mall / Tempat Shopping.
Jika kita memang berkeinginan untuk merubah gaya hidup konsumtif, kita dapat mulai mengurangi frekuensi pergi ke mall atau tempat shopping. Kalau jaman sekarang, mungkin kita juga dapat mengurangi “window shopping” ke berbagai toko online yang sangat mudah diakses dari handphone kita.
Mengurangi jalan-jalan atau cuci mata di mall bisa diganti dengan kegiatan berkumpul dengan keluarga di rumah, membaca buku, atau mengunjungi kerabat atau taman kota terdekat.
7. Hindari Berhutang.
Bukan hanya berhutang kepada orang lain, tapi juga berhati-hati terhadap penggunaan kartu kredit. Belanja menggunakan kartu kredit sebenarnya sah-sah saja, asal kita memiliki komitmen untuk membayar dan kontrol diri yang kuat.
Jika kita membeli sesuatu, sesuaikan dengan budget yang kita miliki. Jika tidak ada budget, jangan berhutang! Kebiasaan berhutang untuk memenuhi gaya hidup konsumtif akan membuat kita terperosok ke dalam lumpur hidup hutang yang tidak akan membiarkan kita keluar hidup-hidup.
Saatnya Praktek
Semua tips diatas hanya akan menjadi tips tanpa dipraktekkan. Karena itu, yuk kita mulai praktek!
Gaya hidup konsumtif bukanlah sesuatu yang sulit untuk ditaklukkan, selama ada kemauan dan kemampuan mengendalikan diri yang kuat, Kita pasti bisa!
Salam perubahan,
- Editor : YS
- Penulis : TJ