Mengenal Permainan Tradisional: Patok Lele

Bagikan Artikel ini :

Halo Sobat TGR! Indonesia memiliki beragam jenis permainan yang diwariskan secara turun temurun. Salah satu ragam permainan tradisional yang cukup terkenal dan kerap dimainkan anak-anak pada masanya adalah Patok Lele. Patok lele juga dikenal dengan banyak sebutan lho! Mulai dari gatrik di Jawa Barat, benthing di Jawa Tengah dan Yogyakarta, tak tek di Bangka Belitung, kayu doi di NTT, gatiktal kadalpatil lele dan betruk di daerah lain.

(Dokumentasi TGR Pekalongan, 2020)

Cara bermain patok lele terbilang sederhana dan membutuhkan peralatan yang mudah untuk diperoleh. Patok lele hanya membutuhkan dua buah kayu berukuran masing-masing kurang lebih 10 cm sebagai kayu “anak” dan berukuran 30 cm sebagai kayu “induk”. Permainan patok lele juga membutuhkan sebuah lubang untuk memasang tongkat yang akan dilempar agar dapat diungkit dengan tongkat lainnya; dapat juga dengan menyusun beberapa bilah kayu/bata jika tidak dapat membuat lubang. Berikut cara lengkap bermain patok lele:

  • Kelompok permainan dibagi menjadi dua kelompok/tim. Tim pertama bertindak sebagai pemukul kayu dan tim kedua berperan sebagai kubu penjaga atau penangkap kayu “anak”. Masing-masing kelompok terdiri atas beberapa pemain.
  • Selanjutnya, tim pemukul kayu akan menentukan urutan pemain yang akan melakukan permainan. Pemain pertama yang mendapat giliran akan meletakkan potongan kayu “anak” di atas lubang/susunan kayu, lantas dicungkil dari bawah menggunakan potongan kayu “induk”. Cungkilan dilakukan ke atas atau ke arah tim yang bertindak sebagai kubu penjaga dan telah bersiap – siap untuk menangkap kayu “anak” yang dilemparkan.
(Dokumentasi TGR Pekalongan, 2020)
(Dokumentasi TGR Pekalongan, 2020)
  • Jika potongan kayu “anak” berhasil ditangkap, maka tim penangkap menang. Tim tersebut dapat berganti peran dengan tim lawan yang berperan sebagai pemukul kayu. Adapun cara menangkap kayu “anak” dapat memberikan poin tersendiri bagi tim penangkap, bergantung pada kesepakatan kedua belah pihak. Misalkan jika dapat menangkap dengan satu tangan maka dapat memperoleh 50 poin, menangkap dengan kedua tangan dapat memperoleh 20 poin, dan lain-lain.
  • Namun, apabila tidak ada seorang pun anggota tim penjaga yang mampu menangkap potongan kayu “anak” yang dilempar oleh tim pelempar, maka tim penjaga harus melemparkan kembali potongan kayu “anak” ke arah kayu “induk” yang telah diletakkan melintang diatas lubang oleh tim pelempar. Jarak melempar berdasarkan tempat kayu “anak” jatuh.
  • Jika lemparan dari tim penjaga berhasil mengenai potongan kayu “induk”, maka tim pelempar dinyatakan kalah dan harus bertukar posisi dengan tim penjaga untuk bertindak sebagai tim penjaga.
  • Di sisi lain, apabila lemparan tim penjaga tidak berhasil mengenai potongan kayu “induk” maka tim pelempar yang memperoleh poin. Poin dihitung berdasarkan jarak potongan kayu “anak” terjatuh dan diukur berdasarkan panjang kayu “induk”. Setiap jarak kayu “induk” yang ditempuh, dapat digantikan dengan satu poin (atau sesuai kesepakatan) bagi tim pelempar.
  • Permainan dilakukan terus hingga batas waktu yang disepakati. Kelompok yang dapat mengumpulkan poin tertinggi akan menjadi pemenangnya.
(Dokumentasi TGR Pekalongan, 2020)

Permainan patok lele selain dapat menjadi salah satu pilihan permainan bagi anak, dapat juga menjadi sarana belajar, khususnya belajar matematika. Anak dapat belajar menghitung poin yang diperoleh, membandingkan ukuran panjang, serta memahami arah gerak secara horizontal maupun vertikal. Selain matematika, anak juga akan belajar mengatur strategi, baik dalam melempar maupun menangkap kayu permainan, supaya permainan dapat dimenangkan. Tertarik mencoba bermain Patok Lele? Lupakan Gadgetmu, Ayo Main di Luar! (AWD/ed.SF)

Referensi:

Hariastuti, RM. 2016. Patil Lele, sebuah Warisan Budaya Nusantara dalam Perspektif Etnomatematika. Prosiding Seminar Nasional FDI Hal: 37 – 43.

Bagikan Artikel ini :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *