“Udah jatoh ketimpa tangga”
Belum satu permasalahan selesai, udah dikeroyok sama masalah lainnya.
Baru aja mau coba bangkit, eh udah ditimpa persoalan lain yang seakan ga ada ujungnya..
“Hidup ko gini-gini amat ya, apes banget..”
Saat hidup kita sedang buntu dan diterpa banyak masalah, memang hal yang paling mudah adalah menyalahkan situasi dan keadaan, atau menyalahkan orang lain. Bahkan ada orang-orang yang menyalahkan iblis sebagai biang kerok permasalahan dalam hidupnya.
Tapi yang seringkali tidak kita sadari, justru “biang kerok” dari kehidupan kita sebetulnya akibat dari ulah kita sendiri, yaitu hidup yang sembrono sehingga kita terperosok masuk ke dalam berbagai masalah kehidupan yang seharusnya tidak kita lalui. Atau bisa juga karena hidup kita yang “mengalir” begitu saja tanpa ada planning yang jelas ke depan. Rutinitas demi rutinitas terus dijalani begitu saja, berulang-ulang tanpa adanya progress. Seperti zombie yang tetap berjalan, namun tidak ada kehidupan.
Pada intinya, sebetulnya yang menjadi “biang kerok” permasalahan dalam hidup kita adalah kebiasaan (habbit) yang buruk dan menjadi pintu masuk bagi semua masalah. Lalu, mengapa kita memiliki habbit / kebiasaan buruk yang terus kita pelihara ?
Jawabannya adalah karena hidup kita tidak dibangun di atas nilai-nilai kebenaran yang hakiki.
Untuk itu sudah sepantasnyalah kita merombak dan membangun hidup kita berdasarkan nilai-nilai kebenaran.
Inilah beberapa aspek hidup yang sangat penting dalam kehidupan setiap manusia, yang harus dibangun berlandaskan kebenaran :
- Area perspektif / sudut pandang.
- Area sikap hati
- Area gaya hidup (penggunaan waktu)
- Area penggunaan uang
- Area hubungan sosial
- Area respon sehari-hari
- Lokasi tempat tinggal
- Profesi dan pekerjaan
- Pasangan hidup dan keluarga
Tuntunan hati nurani yang murni dan prinsip kebenaran yang hakiki haruslah menjadi patokan dalam kehidupan sehari-hari. Tapi seringkali kita hanya “tahu” sebuah nilai kebenaran itu baik dan bermanfaat bagi kehidupan kita, tapi hal itu baru menjadi suatu informasi. Tanpa mengubahkan perspektif dan sudut pandang kita dalam menilai dan menjalani kehidupan.
Sudah seharusnya nilai kebenaran tersebut mengubahkan paradigma kita, sebagai akibatnya tindakan dan kebiasaan sehari-hari kita pun memunculkan kebenaran dan menjadi inspirasi bagi orang-orang lainnya.